Penulis: Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi
“Di hari itu, orang-orang kafir dan yang mendurhakai rasul, menginginkan agar mereka disamaratakan dengan tanah. Mereka takkan dapat menyembunyikan satu kejadian pun (dari Allah).”
(An-Nisa’:42).
Hari itu, para durjana tak lagi punya asa. Merasa tak bakal selamat dari hukuman, mereka mengandaikan diri menjadi debu yang tak berarti, yang tak pernah diminta pertanggungjawaban. Apalagi, setan sebagai sekutu setia di dunia, hari itu berlepas diri. Sama sekali tak mau tahu terhadap kemalangan yang bakal menimpa mereka.
Sementara, orang-orang beriman masih menyisakan harapan akan datangnya rahmat Allah, yang akan menyelamatkan nasib mereka, di hari yang paling menentukan itu. Meski, ketakutan, kegelisahan dan kekhawatiran pun tetap menelingkupi mereka. Meski, diantara mereka ada yang langsung masuk surga tanpa hisab.
Buku ini memotret suasana pengadilan Yang Maha Adil. Sebuah pengadilan tanpa kompromi sedikitpun. Bagaimana persisnya hiruk-pikuk dan kegelisahan manusia saat itu; juga bagaimana pengadilan tersebut tak melewatkan satu amal pun meski hanya seberat biji sawi? Pengadilan Akhirat akan menjawabnya.